CIANJUR - Pelestarian dan pemajuan seni budaya menjadi kunci utama dalam menjaga identitas lokal sekaligus mendorong kemajuan daerah. Menyadari pentingnya hal tersebut, Yayasan Kebudayaan Lokatmala Indonesia menggelar program “CIANJUR 1834: Mengenang Kejayaan, Merajut Kebanggaan, Menghidupkan Kebersamaan” yang akan berlangsung sepanjang tahun 2025.
Program ini bertujuan untuk membangun kesadaran kolektif masyarakat akan pentingnya budaya sebagai warisan sekaligus modal sosial dalam menghadapi tantangan zaman.
Ketua Panitia Pelaksana CIANJUR 1834, Moch. Ibnu Yasa Ramadhan, didampingi Sekretaris Panitia Indri Hidayati Putri, menegaskan bahwa program ini bukan sekadar ajang perayaan, tetapi momentum strategis untuk menghidupkan kembali semangat kebersamaan dan kebanggaan terhadap budaya lokal.
“Seni budaya bukan sekadar peninggalan masa lalu, tetapi napas yang harus terus dijaga. Dengan menghidupkan kembali sejarah dan tradisi, kita sedang membangun masa depan yang lebih berakar pada identitas dan kebersamaan,” ujar Ibnu Yasa saat Launching Media Program CIANJUR 1834 di Kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cianjur di Jalan Siliwangi Cianjur, Senin (10/2/2025).
Indri Hidayati menambahkan bahwa keterlibatan berbagai elemen masyarakat dalam program ini diharapkan dapat memperkuat ekosistem seni budaya di Cianjur.
"Kami ingin masyarakat, terutama generasi muda, melihat bahwa seni budaya bukan hanya bagian dari warisan, tetapi juga potensi yang dapat dikembangkan untuk kesejahteraan," katanya.
Disebutkannya, untuk menghidupkan kembali warisan tersebut, program ini menghadirkan serangkaian kegiatan yang menggabungkan edukasi, seni pertunjukan, dan partisipasi masyarakat, antara lain, Bedah Buku dan Monolog Apun Gencay, yang mengeksplorasi narasi sejarah melalui perspektif perempuan.
Kemudian CANJUR 1834 juga akan menampilkan pertunjukan Tari Kreasi Bentang Herang dan Fashion Show Batik Cianjur, yang memadukan tradisi dengan inovasi. Dilanjutkan dengan Deklarasi Komunitas Pelestari Budaya Pancasila dan Workshop Ideologi dan Pemajuan Budaya, sebagai upaya memperkuat kesadaran nasionalisme berbasis budaya.
"Kami juga akan menyelenggarakan Workshop Mamaos Cianjuran, Pameran UMKM, dan Pertunjukan Seni Lokatmala, yang mengintegrasikan seni budaya dengan pengembangan ekonomi kreatif," paparnya.
Sementara itu Ketua Yayasan Kebudayaan Lokatmala Indonesia, N. Wina Resky Agustina, S.Sn, M.Sn, menjelaskan, Program “CIANJUR 1834” berangkat dari sejarah panjang Cianjur sebagai daerah yang kaya akan seni, budaya, dan ekonomi kreatif. Sebelum tahun 1834, Cianjur dikenal sebagai sentra penghasil kopi terbaik hingga mancanegara.
"Namun seperti kita catat dari berbagai literasi yang ada , kejayaan itu juga diwarnai dengan berbagai konflik, perjuangan sosial dan budaya, seperti yang tercermin dalam kisah Nyai Apun Gencay hingga munculnya kehadiran Dalem Pancaniti yang merombak kegelapan menjadi cahaya melalui seni dan budaya adiluhung,” kata Wina yang Dosen Seni Budaya Sunda serta Kajian dan Pentas Drama Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Suryakancana (UNSUR) Cianjur tersebut.
Wina menyebut, CIANJUR pada 1834 akan dimulai dari kehadiran Nyai Apun Gencay yang dikenal sebagai sosok perempuan yang mencatat luka dalam sejarah Cianjur, menjadi saksi atas dinamika kolonialisme di Cianjur. Sementara, Dalem Pancaniti diketahui sebagai sosok yang membawa perubahan dengan menanamkan nilai seni dan budaya sebagai pilar harmoni dalam kehidupan masyarakat saat itu.
Wina berharap program ini dapat menjadi penggerak utama dalam mendorong pelestarian budaya sebagai bagian dari pembangunan daerah.
"Seni budaya tidak hanya harus dijaga, tetapi juga terus dikembangkan. Kami ingin program ini menjadi ruang bagi masyarakat untuk menyadari bahwa budaya adalah investasi jangka panjang, baik untuk identitas maupun kesejahteraan," ungkapnya.
Menurut Wina, pelestarian seni budaya tidak bisa berjalan sendiri. Dibutuhkan sinergi antara komunitas, pemerintah, dan dunia usaha agar budaya tetap relevan dengan zaman. Program “CIANJUR 1834” diharapkan menjadi model bagaimana kebudayaan dapat menjadi pilar yang kokoh dalam membangun Cianjur di era modern.
"Dengan semangat kebangkitan seni budaya, “CIANJUR 1834” menjadi panggilan bagi masyarakat untuk merajut kembali jejak kejayaan, bukan hanya untuk hari ini, tetapi juga untuk generasi yang akan datang,” pungkasnya.(***)