SUKABUMI - Sosok bocah tangguh di Sukabumi terungkap setelah sejumlah fotonya viral di media sosial Facebook. Ia dinarasikan sebagai anak yatim yang berjualan es mambo sepulang sekolah, sebagian hasilnya ia berikan kepada sang ibu yang terbaring sakit.
Gadis itu bernama Intan (9), siswi kelas 3 SDN Malingut atau dikenal juga dengan SD Baru Gedong di Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi.
Dilansir dari detikJabar saat menyambangi kediaman Intan di Kampung Cukang Lemah, Desa Warnajati, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Rumahnya berada jauh dari permukiman penduduk di daerah pegunungan kawasan Perkebunan Sukamaju. Kamis (7/3/2024).
Hanya ada dua rumah di tempat itu. Rumah pertama ditinggali Intan, kakaknya, dan sang ibu. Satu rumah lagi ditempati neneknya. Ketika malam tiba, kedua rumah itu gelap gulita tanpa adanya aliran listrik untuk penerangan.
"Sekolah jauh, satu jam jalan kaki. Pulang jam 11.00 WIB langsung jualan es mambo dulu, kalau jualan habis pulang jam 12.00 WIB kalau belum habis pulang ke rumah jam 13.00 WIB," tutur Intan.
Dari hasil menjual es, Intan bisa mendapatkan uang Rp 30 ribu sehari. uang itu dibagi dua dengan pemilik es mambo, yakni gurunya sendiri.
"Jual es mambo, punya pak guru. Muter-muter kampung dulu, keuntungannya buat mamah, karena mamah kan kondisinya sakit," lirih Intan.
Tidak adanya aliran listrik membuat Intan belajar menggunakan lampu centir, lampu lilin bersumbu dengan bahan bakar minyak sayur.
"Kalau malam belajar pakai lampu centir, karena nggak ada listrik. Keinginan saya punya rumah yang bagus ada listrik, jangan di gua, tapi di kota, karena capek kalau mau ke sekolahnya," ujar Intan polos menyebut rumahnya sebagai gua, karena ketika malam rumah itu gelap hanya diterangi lampu minyak.
"Harus semangat belajar, cita-cita menjadi guru makanya ingin pintar. Meskipun keadaannya sedih begini," lirihnya seraya beranjak mengambil pensil dan buku tulis, ia menyebut ada tugas sekolah yang harus diselesaikan.
Intan memanfaatkan sinar matahari yang masuk ke sela-sela rumahnya. Karena kurang yakin dengan cahayanya ia menyalakan lampu centir. Tidak lama, ia larut dengan soal-soal yang diberikan gurunya. "Harus siang, kalau malam gelap banget," tuturnya.
Sementara itu, tatapan Erna (47), ibunda Intan, terlihat nelangsa. Ia mengelap sisa keringat yang menetes di dahinya. Sebagian rambutnya ia biarkan terurai menutup sebagian wajahnya. Sesekali ia melihat aktivitas putri bungsunya.
"Baru ngored (ngarit) dari kebun, sama emak. Ya nanam apa saja, kadang kuli bersihkan kebun orang," kata Erna.
Sesekali wajahnya berpaling melihat ke arah Mak Ebet (65), ibunya yang juga tinggal di tempat itu. Erna tinggal bersama anak laki-lakinya Galuh (17) dan Intan adalah putri bugsunya. Menurut Erna, semangat putri bungsunya untuk belajar luar biasa bahkan mengalahkan Galuh sang kakak yang berhenti sekolah di bangku kelas 2 SMP.
"Pulang pergi jalan kaki, satu jam. Pulang sekolah Intan suka jualan es mambo. Menjual punya orang, kadang di sekolah kadang di perkampungan. Memang semangatnya luar biasa," ujar Erna.
Suami Erna bernama Hasan, meninggal dunia pada usia 72 tahun, sekitar 5 tahun silam. Selepas itu, Erna hidup bersama ibu dan anak-anaknya di rumah yang dibangun di atas tanah milik perkebunan.
"Suami juga dulu ngebon, sekarang saya juga ngebon aja. Galuh sekarang anak yang laki-laki juga bantu-bantu ngebon. Dia putus sekolah saat kelas 2 SMP. Ya mungkin karena capek dan kedua persoalan biaya," lirihnya.
Erna tidak menampik, ia lebih banyak terbaring sakit karena beban pikiran yang menerpanya. Ia kebingungan soal keperluan anak-anaknya, belum lagi kebutuhan sehari-hari. Ketika ia memikirkan itu, ia kerap jatuh sakit.
"Saya sering sakit-sakitan, batuk, iya suka stres juga bingung menghadapi kehidupan, masalah uang, pusing dengan keadaan. Namina oge jelema teu gaduh (namanya juga orang tidak punya)," pungkasnya. *(Red).