PASUNDAN POST ■ JAKARTA - Regulasi yang mengatur kerja sama platform global dengan media daring nasional diharapkan menyehatkan ekosistem industri pers Tanah Air. Draf rancangan peraturan presiden tentang media berkelanjutan atau sering disebut publisher right itu perlu dibuka ke publik sehingga melibatkan partisipasi bermakna masyarakat, termasuk komunitas pers.
Dorongan untuk membuka draf rancangan peraturan presiden (perpres) itu disampaikan konstituen Dewan Pers kepada Dewan Pers. Draf ini telah dikirim ke Kementerian Sekretariat Negara untuk mendapatkan izin prakarsa dari Presiden Joko Widodo.
Dikutip dari Kompas.id, Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wenseslaus Manggut mengatakan, pihaknya sepakat agar draf rancangan perpres itu dibuka ke publik. ”Memang harusnya ada uji publik dulu. Mendengar dari banyak pihak, termasuk dari masyarakat sipil dan platform global,” ujarnya di Jakarta, Rabu (15/2/2023).
Regulasi ini dibutuhkan untuk membuat ekosistem pers lebih baik. Sebab, platform global sangat mendominasi belanja iklan digital dan distribusi konten.
Wenseslaus menekankan dua hal yang perlu diatur dalam regulasi tersebut, yaitu kerja sama business to business untuk memperjelas negosiasi antara platform dan publisher atau media serta pembenahan ekosistem dengan menekan penyebaran konten berbahaya bagi publik, seperti hoaks dan ujaran kebencian. ”Ketentuan revenue sharing (bagi hasil) harus terang diatur dalam regulasi tersebut. Dengan begitu, mereka bisa menyepakati matriks untuk menghitungnya,” ucapnya.
Akan tetapi, pengaturan business to business belum tentu menjamin ekosistem media yang lebih sehat. Saat ini, dunia pers Tanah Air dihadapkan pada tantangan masifnya konten berita click bait atau umpan klik dan menonjolkan unsur kehebohan. Alhasil, pelanggaran etika jurnalistik sering terjadi.
”Oleh karenanya, ada poin kedua menyangkut apakah platform punya cara menekan distribusi konten berbahaya. Kita punya kewajiban agar masyarakat terhindar dari konten berbahaya itu. Sekitar 80-85 persen distribusi konten dilakukan oleh platform,” katanya.
Wenseslaus menuturkan, platform bukan dalam posisi menilai konten berita hoaks atau bukan. Sebab, otoritas itu berada di Dewan Pers. Namun, platform sangat penting dilibatkan dalam menekan penyebaran konten karena mengendalikan distribusinya.
Akan tetapi, pengaturan business to business belum tentu menjamin ekosistem media yang lebih sehat. Saat ini, dunia pers Tanah Air dihadapkan pada tantangan masifnya konten berita click bait atau umpan klik dan menonjolkan unsur kehebohan.
”Tinggal dihubungkan saja karena Dewan Pers itu lembaga yang dipercaya masyarakat pers untuk menjaga etika jurnalistik. Eksekusinya dilakukan oleh platform. Namun, bukan mematikan website-nya, hanya menekan peredarannya (konten),” tuturnya.
Dalam puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di Deli Serdang, Sumatera Utara, 9 Februari, Presiden juga menyinggung rancangan perpres kerja sama platform global dan media untuk mendukung jurnalisme berkualitas. Sekitar 60 persen belanja iklan diambil alih oleh media digital, khususnya platform asing. Dominasi itu telah menyulitkan media dalam negeri.
”Saran saya, bertemu. Kemudian dalam satu bulan ini harus selesai mengenai perpres ini. Jangan lebih dari satu bulan. Saya akan ikut dalam beberapa pembahasan mengenai ini,” ujar Presiden.
Dorongan untuk membuka draf rancangan perpres juga disampaikan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Sasmito Madrim saat bertemu dengan Dewan Pers di Jakarta, Selasa (14/2). Dalam rilis Dewan Pers disebutkan, tuntutan ini turut didukung perwakilan konstituen lainnya.
”Saya minta Dewan Pers harus terbuka dengan menyampaikan draf peraturan presiden yang disampaikan ke Sekretariat Negara tersebut kepada publik,” ujarnya.
Sasmito menjelaskan, draf perpres itu sudah dibahas sejak dua tahun lalu bersama para konstituen dengan Dewan Pers selaku koordinator. Namun, dalam perjalanannya, draf itu mengalami beberapa perubahan sesuai dengan masukan konstituen.
”Jangan sampai kita mengkritik pemerintah untuk selalu melibatkan publik, tetapi kita justru tidak melaksanakannya,” katanya.
Menurut Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Herik Kurniawan, menjadi sebuah keanehan jika draf yang disusun bersama itu diklaim oleh kelompok lain. Dewan Pers diminta terbuka dan bisa menyatukan draf perpres tersebut.
”IJTI siap mengawal rancangan perpres media sustainability,” ujarnya.
Menanggapi hal ini, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyatakan setuju atas masukan dari konstituen tersebut. Dewan Pers pada dasarnya mengemban amanat yang diberikan oleh konstituen.
Tenaga ahli bidang hukum Dewan Pers, Hendrayana, mengaku sudah menyampaikan legal anotasi dari hasil kajian akademis yang dilaksanakan Dewan Pers. Hasil kajian tersebut menyatakan, perpres itu menjadi bagian dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang diatur dalam Pasal 15. Undang-undang ini menyatakan, tidak ada lembaga lain yang mendapatkan amanah untuk mengatur pers selain Dewan Pers. *(Red)