PASUNDAN POST ■ Sebuah tempat yang menjadi sejarah Sunda di wilayah Bogor, persisnya di Jalan Bantarjati, Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Jawa Barat terdapat Petilasan Ciung Wanara yang merupakan salah satu bukti cerita soal legenda penguasa tatar sunda pada masa kerajaan Galuh Pakuan.
Petilasan tersebut, persisnya berada disamping Taman Palupuh dibelakang SMAN 7 Kota Bogor ini memang agak sulit ditemukan, karena selain tidak adanya penunjuk arah ke lokasi, Petilasan berada di tempat yang terbilang lenggang.
Padahal, untuk lokasi menuju Patilasan tersebut, mudah diakses dengan menggunakan kendaraan Sepeda Motor maupun Ke daraan Roda Empat.
Saat Awak media berkunjung ke Patilasan, papan informasi yang menjadi satu-satunya penanda Patilasan juga tidak terlihat jelas dari jalan yang ada di depannya. Tulisan itu terlihat kecil, juga tertutup oleh atap lantaran tinggi bangunan Patilasan berada agak rendah dari dataran posisi jalan.
Papan informasi itu, terletak disisi atas pintu masuk, berwarna putih dengan tulisan tinta berwarna hitam, yang berbunyi ''Keramat Eyang Prabu Ciung Wanara Tegal Gundil Bogor Pajajaran''. Disamping tulisian itu nampak gambar Pusaka Kujang diantara sebelah Kanan dan Kiri.
Bangunan petilasan Ciung Wanara berwarna putih yang terlihat sudah lusuh dengan warna cat yang memudar.
Pada halaman depan terdapat patung ayam jantan dan seikat padi yang berada tepat di sisi kiri pintu masuk, menurut i.formasi merupakan simbol ''Kahirupan Kahuripan'' (Kehidupan).
Nemasuki ruangan, terdapat dua ruangan yang difungsikan sebagai Mushala dan Satu ruangan lagi merupakan ruangan Patilasan.
Di dalam kamar Patilasan terdapat Patilasan Prabu Ciung Wanara dan Ibu Ratu Naga Ningrum yang diketahui sebagai ibu dari Ciung Wanara.
Dalam ruangan Patilasan tak banyak informasi yang bisa didapat, hanya ada sebuah tulisan bijak yang konon katanya merupakan tulisan dari sesepuh penjaga Petilasan.
"Fangeling ngeling, cintailah sesama manusia sebagai mencintai dirimu sendiri, hormatilah kesopanan dan berlaku sopanlah kepada siapapun juga. Janganlah kamu membenci kepada sesama manusia, jika kau ingin dicintai, Lenyapkanlah perasaan dan perbuatanmu yang iri dengki, tanamkanlah perasaan yang welas asih dalam sanubari mu''.
Saat dikonfirmasi Awak Media, Salah seorang Penjaga Patilasan generasi keempat yakni Ummi Warni (73 tahun) mengaku tak banyak tahu terkait cerita dan sejarah Patilasan Ciung Wanara ini, yang dia tahu, bahwa tempat tersebut adalah Petilasan tempat seseorang yang dianggap sesepuh.
"Disini tempat kesepuhan yang paling tua, kata bapak (penjaga petilasan sebelumnya) begitu. Ini kesepuhan yang paling tua, tempat pertapaannya,'' tuturnya kepada Awak Media, Senin (07/02/2022).
Umi Warni (Sapaan akrab Penjaga Patilasan) membeberkan, bahwasannya orang yang mengetahui tentang sejarah dan cerita soal Patilasan adalah Suaminya, yang telah meninggal. Sementara, Umi Warni sendiri mengaku hanya dititipkan untuk merawat dan menjaga Patilasan.
"Umi disini cuma menjaga saja, kalau cerita atau sejarahnya ummi tidak tahu betul hanya bapak yang tahu. Umi dititipkan Patilasan ini oleh Bapak (Suami), untuk menjaga, merawat dan jangan sampai disalahgunakan. Banyak memang yang datang kesini, nanyain sejarahnya. Tapi Umi bilang, Umi tidak tahu, Umi hanya menjaga saja," bebernya.
Menurutnya, banyak orang yang datang berkunjung biasanya adalah mahasiswa, dan orang yang sengaja datang untuk melihat dan mencari informasi soal Patilasan.
"Dulu waktu bapak masih hidup banyak sekali yang datang ke sini, kalau sekarang sudah agak berkurang, yang berkunjung biasanya orang-orang jauh seperti dari Cirebon, nanya-nanya ke bapak soal sejarah," pungkasnya. *(Dasep Maulana)