PASUNDAN POST ■ Harga gabah anjlok kian membuat para petani kecewa, kenyataan pahit ini membuat banyak petani membandingkan masa orde baru zaman Alm Presiden Soeharto. Bagaimana tidak, petani merasakan betul ketersediaan pupuk yang dibarengi kestabilan harga jual panen raya.
"Beda jauh dengan sekarang. Dulu zaman pak Harto gabah - gabah di jual ke KUD - KUD desa dengan harga stabil di barengi kestabilan bea produksi olah lahan," terang petani asal Kecamatan Senori, Muntasir, hari ini.
Pria paruh baya ini menilai petani sekarang pasca reformasi sedang mengalami masa sulit mulai bea produksi lahan pertanian dan ribetnya peroleh pupuk urea di musim tanam.
"Apalagi sejak Januari 2021 harga pupuk dan jenis lainnya mengalami kenaikan harga di kios pengecer," sambungnya.
Muntasir menceritakan persoalan lain bea produksi melambung, juga hama penyakit tanaman dari tikus, wereng yang membuat petani kelimpungan melakukan perawatan ektra agar bisa produksi maksimal saat panen tanaman.
"Zamannya pak Soeharto, pupuk tidak sesulit saat ini, harga gabah juga stabil, hama tak seganas jaman sekarang, perawatan padi dulu relatif lebih mudah. Harga jual murah akan tetapi sepadan biaya produksi olah sawah," kenang petani di rezim Soeharto yang peduli sektor pertanian.
Muntasir juga mengakui kesulitan petani dirasakan pasca reformasi, banyak kebijakan sektor pertanian hanya menjadi bahan candaan belaka.
Ia mencontohkan ada program KUR pertanian, Pupuk Subsidi, alat pertanian atau Alsintan nyatanya hanya pengurus - pengurus saja yang dapat merasakan. Petani penggarap persawahan tetap mengganti bea atau sewa alsintan tersebut.
"Sering saya mendengar progam - progam pemerintah untuk poktan atau gapoktan pertanian. Tapi buat itu- itu saja," kesalnya.
Selain bea produksi kata Muntasir penderitaan petani bertambah kalau masuk musim panen melimpah, sejak itu pula harga jualnya cukup murah.
"Harga jual gabah menggunakan combine harvester harganya Rp. 3800 kg, untuk mesin perontok harganya Rp. 2500kg, bahkan ada yang Rp. 2000 kg," ungkapnya.
Ia pun mengakui setelah di kalkulasi untuk pertanian padi dari mulai perawatan sampai panen ternyata merugi.
"Saya mohon pemerintah segera bertindak menstabilkan harga gabah agar kedepannya tidak seperti sekarang ini, ” harap Muntasir.
Kerugian dialami petani Tuban ini cukup beralasan sebab selain ribetnya skema pengambilan pupuk, penggarap lahan pertanian juga harus mengeluarkan bea tambahan untuk bea rawat tanaman mulai obat-obatan dan jenisnya. Sehingga Muntasir membandingkan kepedulian pemerintah di sektor pertanian jauh lebih unggul pada era Soeharto.
"Ijek gampang Zamane Soeharto (Masih mudah jamannya Soeharto, Red). Pupuk bebas kita beli. Bea pemborong terjangkau," katanya.
Disisi lain, keluhan petani di daerah Tuban tidak lagi menciutkan nyali pemerintah Indonesia lewat peran dua kementerian, wacana impor 1 Juta ton Beras dari negara Thailand akan dilakukan pada bulan Maret ini dengan alasan iron stok.
Dua menteri Jokowi yang mewacanakan impor itu yakni Menteri Koordinator (Menko) bidang perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi yang tetap ngotot mendatangkan impor 1 juta ton beras.
Mendag Lutfi berdalih wacana impor beras sebagai strategi pemerintah untuk memastikan pemerintah tidak dapat diatur para cukong - cukong atau spekulan di sektor lingkaran ketahanan pangan.
"Tidak ada, itu stabil setiap tahunnya. Ini adalah strategi pemerintah memastikan, kita tidak bisa dipojokkan atau diatur oleh pedagang. Terutama para spekulan-spekulan yang berniat tidak baik dalam hal ini," kata Lutfi dikutip dalam diskusi virtual di YouTube Katadata Indonesia, pada Minggu (21/03/2021)
Lutfi memaparkan impor beras demi menjaga stok beras nasional dan menstabilkan harga. Pasalnya, angka produksi beras dimiliki pemerintah sekarang ini bersifat proyeksi, dengan kata lain, tidak ada jaminan tiba-tiba berubah naik dan turun, tergantung dari cuaca di daerah penghasil lumbung beras.
"Oleh karena itu, iron stock atau cadangan dibutuhkan, jika kondisi panen beras tak semulus diperkirakan," imbuhnya.
Dia juga menjamin beras impor 1 juta ton digunakan ketika ada kebutuhan mendesak. Seperti misalnya buat bansos, operasi pasar untuk stabilisasi harga pasar.
"Kalaupun misalnya angka ramalannya memang bagus, tapi harga naik terus, itu kan mengharuskan intervensi dari pemerintah untuk memastikan harga itu stabil," ujarnya.
Dengan begitu, Lutfi menjelaskan, rencana impor beras tidak ada niatan pemerintah untuk menurunkan harga petani, terutama sekarang petani sedang panen raya di daerah - daerah.
"Tidak ada niat pemerintah menurunkan harga petani, terutama saat sedang panen raya," kilahnya.
Mendag Lutfi menyakinkan publik dan petani bahwa rencana impor beras sebanyak satu juta ton adalah bukan untuk dijual langsung di pasar dalam negeri, melainkan untuk menambah jumlah cadangan utama beras.
"Ini Pak Airlangga (Menko Perekonomian) juga sudah mengumumkan jumlahnya, tetapi saya itu Ingatkan kita ini berbicara masalah iron stock, cadangan utama pemerintah untuk masalah perberasan, jadi iron stock," tandas Lutfi.
■ Ahmad Istihar