Notification

×

Iklan

Iklan


Bunga Utang RI Bakal Naik Usai Dicoret dari Negara Berkembang

Rabu, 26 Februari 2020 | 09:12 WIB Last Updated 2020-04-17T19:05:22Z

PASUNDAN POST ■ Amerika Serikat (AS) memutuskan mencoret Indonesia dari daftar negara berkembang di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Pencoretan mereka lakukan lewat Kantor Perwakilan Perdagangan atau USTR.

Dengan pencoretan tersebut Indonesia akan kehilangan beberapa fasilitas negara berkembang.

Pertama, Indonesia tidak akan menerima fasilitas Official Development Assistance (ODA). Fasilitas ini merupakan alternatif pembiayaan dari eksternal untuk pembangunan sosial dan ekonomi.

Dikutip dari Antara, Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi mengungkap dengan ODA, sebuah negara berkembang tidak hanya mendapat pendanaan dari pihak eksternal.

Dengan fasilitas ini, Indonesia bisa mendapatkan bunga rendah dalam berutang.

"Kita bicara mengenai utang, maka kita tidak dapat lagi klasifikasi ODA karena dengan itu kita akan mampu mendapatkan bunga yang murah. Kalau di bawah US$4.000 bisa dapat 0,25 persen," katanya.

Nantinya, penghilangan fasilitas ini akan berdampak pada perdagangan karena Indonesia akan menjadi subjek pengenaan tarif lebih tinggi.

Kedua, Indonesia akan kehilangan Generalized System of Preferences (GSP). GSP adalah fasilitas bea masuk impor terhadap produk ekspor negara penerima yang diberikan oleh negara maju demi membantu ekonomi negara berkembang.

Menurut Satria Sambijantoro dari Bahana Sekuritas, saat ini terdapat 3.544 produk Indonesia yang menikmati fasilitas GSP, dengan nilai ekspor tahunan mencapai US$2,1 miliar pada 2018. Ekspor signifikan termasuk perhiasan emas, ban karet, tas olah raga, alat musik.

Satria memaparkan AS merupakan salah satu negara penting bagi prospek neraca perdagangan Indonesia.

"RI menikmati surplus perdagangan US$9,6 miliar dengan AS pada 2019," ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (24/2).

Menurut Satria, surplus dengan AS adalah yang terbesar, dibandingkan dengan mitra dagang lainnya seperti India (surplus US$7,6 miliar), Uni Eropa (surplus US$2), Jepang (defisit US$1,8miliar), Australia (defisit US$2,6miliar), Cina (defisit US$18,7milyar).

Selain Indonesia, beberapa negara seperti China dan India juga dicoret dari daftar tersebut.

Presiden AS Donald Trump mengkritisi mengenai negara-negara ekonomi besar, seperti China dan India, yang dikategorikan sebagai negara berkembang, sehingga mendapat preferensi khusus.

Menurut Trump, hal itu tidak adil, mengingat negara-negara yang menyandang status negara berkembang memperoleh pemotongan bea masuk dan bantuan lainnya dalam aktivitas ekspor dan impor.

JBN


×
Berita Terbaru Update